Rabu, 09 Januari 2019

Bahaya Dusta Atas Nama Nabi


Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dosa besar, bahkan bisa kafir.

Imam Adz Dzahabi dalam kitab beliau Al Kabair (mengenai dosa-dosa besar) berkata, “Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan kekufuran. Adapun perkara yang dibahas kali ini adalah untuk bentuk dusta selain itu.

Beberapa dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi adalah sebagai berikut.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.”
(HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4)

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ
“Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.”
(HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir)

Imam Dzahabi juga membawakan hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berkata atas namaku padahal aku sendiri tidak mengatakannya, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.”
Dalam hadits lainnya disebutkan pula,

يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلاَلِ كُلِّهَا إِلاَّ الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ
“Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali khianat dan dusta.”
(HR. Ahmad 5: 252. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dhoif)

Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).”
(HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Setelah membawakan hadits-hadits di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ -dari perowi pendusta- (hadits palsu) tidaklah dibolehkan.”
(Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, terbitan Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H, hal. 28-29)

Pembahasan ini bermaksud menunjukkan bahayanya menyampaikan hadits-hadits palsu yang tidak ada asal usulnya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
@ Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul, 3 Jumadats Tsaniyah 1435 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id




Selasa, 08 Januari 2019

Inilah Alasan Mengapa Pemimpin Hasil Pilpres Harus Tetap Ditaati


       Pemilu/Pilpres dan sistem demokrasi memang tidak sesuai dengan syariat baik secara secara dalil dan akal. Secara akal, suara satu orang profesor atau orang yang berlimu dan ahli disamakan dengan satu orang yang tidak tahu apa-apa atau orang tersebut bodoh.

       Secara syari’at tidak sesuai juga, karena pemilihan pemimpin yang dianggap dalam Islam ada beberapa cara:

1. Dewan Syura (Ahlul Halli Wal ‘Aqdi), sebagaimana Umar bin Khathab meninggalkan 6 orang ahli syura

2. Tunjuk langsung, sebagaimana Abu Bakar ke Umar Radhiallahu’anhuma

3. Mughalabah, pemimpin di kalahkan oleh kelompok yang mengalahkan

Pemimpin dari hasil pemilu juga harus ditaati

       Mungkin banyak yang bertanya-tanya mengapa ada yang berpendapat ikut serta pemilu tidak disyariatkan, tetapi jika ada presiden sudah terpilih lewat Pemilu/Pilpres malah diwajibkan untuk taat?

Jawabnya, siapapun yang terangkat menjadi pemimpin yang sah maka wajib ditaati walaupun caranya tidak sesuai syariat, misalnya cara ke 3 yaitumughalabah, jika raja yang sah dikalahkan dan dikudeta, maka wajib mentaati yang baru.

       Hadits berikut bisa memberi penjelasan. RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda agar taat dan patuh kepada pemimpin walaupun seorang budak Habasyah yang hitam legam. Beliau bersabda,

عليكم بالسَّمعِ والطَّاعةِ وإن تأمَّرَ عليكم عبدٌ حبشِيٌّ

“Wajib bagi kalian untuk mendengar dan taat meskipun yang memerintah kalian adalah seorang budak Habasyah” [1]

Padahal syarat jadi pemimpin adalah merdeka, karena budak harus taat terhadap tuannya. Maka ia menjadi pemimpin, ini tidak sesuai syariat. Tapi jika seandainya benar-benar jadi pemimpin, maka harus ditaati, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda demikian. Jika saja budak yang melanggar syarat jadi pemimpin harus ditaati (dan budak menjadi pemimpin jelas tidak sesuai syariat), maka apalagi cara yang lain.

Asy-Syinqithi rahimahullahberkata,

أَمَّا لَوْ تَغَلَّبَ عَبْدٌ حَقِيْقَةً بِالْقُوَّةِ فَإِنَّ طَاعَتَهُ تَجِبُ إِخْمَادًا لِلْفِتْنَةِ وَصَوْنًا لِلدِّمَاءِ مَا لَمْ يَأْمُرْ بِمَعْصِيَةٍ

“Jika seorang budak secara nyata berhasil menguasai secara paksa dengan kekuatannya, maka taat kepadanya adalah wajib dalam rangka memadamkan gejolak (kekacauan) dan menghindari pertumpahan darah, selama dia tidak memerintahkan kepada maksiat” [2].

Ibnu Hajar Al-Asqalanirahimahullah, menukilkan perkataan Ibnu Baththal ,

وَقَدْ أَجْمَعَ الْفُقَهَاءُ عَلَى وُجُوبِ طَاعَةِ السُّلْطَانِ الْمُتَغَلِّبِ وَالْجِهَادِ مَعَهُ وَأَنَّ طَاعَتَهُ خَيْرٌ مِنَ الْخُرُوجِ عَلَيْهِ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ حَقْنِ الدِّمَاءِ وَتَسْكِينِ الدَّهْمَاءِ

“Para fuqaha sepakat bahwasanya wajib taat kepada penguasa yang menaklukkan secara paksa dan berjihad bersamanya, dan bahwasanya taat kepadanya lebih baik daripada melakukan pemberontakan terhadapnya, dalam rangka mencegah pertumpahan darah dan menenangkan masyarakat” [3]

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,

الْأَئِمَّةُ مُجِْمِعُونَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ عَلَى أَنَّ مَنْ تَغَلَّبَ عَلَى بَلَدٍ أَوْ بُلْدَانٍ؛ لَـُه حُكْمُ الْإِمَامِ فِي جَمِيعِ الْأَشْيَاءِ

“Para imam dari setiap madzhab sepakat bahwa siapa yang berhasil menaklukkan satu negeri atau beberapa negeri, maka hukumnya sebagai imam dalam segala sesuatu” [4]

Jangan hanya salahkan pemimpin saja

       Tapi perlu kita ketahui bahwa tidak selamanya kebaikan itu kuncinya di pemimpin saja. Kita juga perlu memperhatikan kualitas tauhid dan aqidah rakyatnya, memperbaiki aqidah masyarakat dahulu dan perlahan-lahan. Kita bisa lihat contoh ketika Bani Israil dipimpin oleh Firaun yang kejam, mereka tetap solid dan tetap beriman kepada Nabi Musa ‘alaihissalam. Aqidah mereka kokoh. Tetapi ketika diselamatkan oleh Nabi Musa dan mereka dipimpin oleh Nabi-Nabi setelah beliau terus secara bergantian, mereka malah menjadi orang-orang yang mendapat hukuman diubah menjadi kera dan babi. Karena aqidah mereka terus terkikis.

       Begitu juga dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala ditawarkan jadi pemimpin Arab, tetapi beliau tidak mau, dan lebih memilih memeprbaiki aqidah dan tauhid umat. Perlu diketahui juga munculnya pemimpin yang zalim bisa jadi akibat perbuatan rakyatnya. Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wasallambersabda,

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ وَمَا لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا ظَهَرَ فِيهِمُ الأَمْرَاضُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ فِي أَسْلَافِهِمِ وَمَا مَنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَ مَا لَمْ يُطَفِّفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِجَوْرِ السُّلْطَانِ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَالسِّنِينَ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيْدٌ

“Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara, jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Allah agar kamu tidak mendapatkannya. Tidaklah muncul perbuatan keji (Zina,merampok, minum khamr, judi, dan lainnya) pada suatu masyarakat, sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang sebelum mereka. Orang-orang tidak menahan zakat hartanya, kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan. Tidaklah orang-orang mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan kezhaliman penguasa,  kehidupan yang susah, dan paceklik. Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi dengan kitab Allah. Dan memilih-milih sebagian apa  yang Allah turunkan, kecuali Allah  menjadikan permusuhan yang keras di antara mereka” [5]

Jika ingin menyalahkan jeleknya kepemimpinan pemimpin, maka rakyatnyalah yang lebih dahulu mengintropeksi diri. Karena pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya.

       Ibnu Qayyim Al-Jauziyahrahimahullah berkata, “Renungkanlah hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan. Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya..” [6].

Wallahu a’lam.


Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Artikel Muslim.or.id



Footnote:

[1] HR. Ahmad 4/126, At-Tirmidzi no. 2676, Abu Dawud no. 4607, Ibnu Majah no. 42, dari ‘Irbadh bin Sariyah
[2] Adhwa’ul Bayan, Asy-Syinqithi, 1/27
[3] Fathul Bari, 13/7
[4] Ad-Durar As-Saniyyah, 7/239
[5] HR Ibnu Majah no. 4019 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 106
[6] Miftah Daris Sa’adah hal. 253, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut, Syamilah

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen

NUDUH SEMBARANGAN MENGHILANGKAN KENIKMATAN

بسم الله الرحمن الرحيم


Makhul rahimahullah berkata :
“Pernah aku melihat seseorang shalat, setiap kali dia ruku dan sujud, ia pun menangis, lalu aku menuduhnya bahwa dia berbuat riya dengan tangisannya, akhirnya aku pun tidak bisa menangis selama satu tahun”. 
━━━━━━
[Hilyatul Auliya 5/ 184]

Allah ﷻ berfirman :

وَٱلَّذِينَ يُؤۡذُونَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ بِغَيۡرِ مَا ٱكۡتَسَبُواْ فَقَدِ ٱحۡتَمَلُواْ بُهۡتَٰنٗا وَإِثۡمٗا مُّبِينٗا
  
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (QS. Al-Ahzab [33]: 58)

Nabi ﷺ bersabda :

وَمَنْ قَالَ فِى مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ اللَّهُ رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ

“Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmin dengan perkara yang tidak ada padanya, maka Allah akan menempatkan orang itu pada Radgatal Khabal (perasan penghuni neraka) sehingga dia keluar (bertaubat) dari perkatannya itu”.
━━━━━━
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani

Faidah dari al-Ustadz,
🔳 BENI SARBENI, Lc
Hafidzhahullah


ILMU AGAMA ADALAH KUNCI KETAKWAAN

ILMU AGAMA ADALAH KUNCI KETAKWAAN

بسم الله الرحمن الرحيم

Saudaraku rahimakumullaah, bertakwa kepada Allah adalah beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Maka wajib atas setiap hamba untuk mempelajari ilmu tentang perintah dan larangan Allah 'azza wa jalla.

Oleh karena itu, orang yang paling bertakwa adalah yang paling berilmu tentang agama Allah 'azza wa jalla, yaitu Nabi Muhammad shallallaahu'alaihi wa sallam.

Az-Zahid Thalq bin Habib rahimahullah berkata,

اتقوا الفتنة بالتقوى فقيل له أجمل لنا التقوى فقال أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو رحمة الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عذاب الله رواه أحمد وابن أبي الدنيا

“Hadapilah fitnah (malapetaka) dengan ketakwaan.

Maka dikatakan kepada beliau: Jelaskan kepada kami secara global apa itu taqwa?

Beliau berkata: Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya ilmu dari Allah dalam keadaan engkau mengharap rahmat Allah.

Dan engkau tinggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya ilmu dari Allah dalam keadaan engkau takut azab Allah.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dunya).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]

Dan perintah Allah yang paling wajib adalah tauhid, sedang larangan-Nya yang paling besar adalah syirik. Maka ilmu yang paling wajib dipelajari adalah ilmu tauhid dan mengenal syirik.

Sumber: https://web.facebook.com/taawundakwah/videos/531238084043736/

Senin, 07 Januari 2019

Kembalilah kepada Ajaran Islam Yang Murni



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ


وَالْعَصْرِ
"Demi masa." (QS. Al-'Asr: Ayat 1)

إِنَّ الْإِنْسٰنَ لَفِى خُسْرٍ
"Sungguh, manusia berada dalam kerugian," (QS. Al-'Asr: Ayat 2)

إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
"kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (QS. Al-'Asr: Ayat 3)

Aneh ketika ada orang yang mendakwahkan isi al-qur'an dan As-sunnah untuk menasehati di zaman sekarang di beri label kelompok yang ekstrim, padahal ekstrimnya dimana? Dalam al-qur'an benar adanya siapa yang menentang petunjuk al-qur'an dan sunnah tempatnya di ancam di dalam neraka nanti, na'udzubillahi min dzalik..

Ada yang mengatakan dakwah salafiy ini dakwah yg merasa paling benar sendiri? Lah, kalau gak ada yang mendakwahkan islam secara kaffah seperti manhaj salaf siapa lagi yang benar? Lihat saja keadaannya di lapangan mana organisasi² atau Partai² islam (katanya sih) yang mengajak kembali kepada ajaran islam yang murni yang di dakwahkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat? Mereka hanya menggunakan nama islam untuk memanfaatkan kepentingan duniawi semata.

Kami berdakwah tidak mengajak manusia masuk kelompok² tertentu, dakwah kami ini mengajak saudara/saudari sekalian untuk kembali kepada islam yang murni islam yang di amalkan oleh para sahabat, kenapa kok kita harus kembali kepemahaman para sahabat?

Karena di masa sahabat tidak ada kelompok2 yang menyimpang sebagaimana di zaman kita ini, mereka para sahabat beragama lurus mengamalkan islam yg di bawa Nabi Muhammad Shalallahu 'alayhi wasallam saja. Maka dari itu wajib bagi kita di tengah perselisihan di dalam agama kita sekarang ini kita kembali bersatu semuanya dalam beragama dengan mengikuti pemahaman para sahabat.

Sebagaimana telah di khabarkan Nabi kita di dalam sabdanya:

"Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. (Shahih Muslim)

Betapa banyak dalil yg menunjukkan ke utamaan para sahabat dan kita di wasiatkan agar mengikuti mereka dalam mengamalkan agama ini, di antaranya Allah memuji mereka radhiyallahu anhum jami'an di dalam ayat2 al-Qur'an

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha terhadap mereka dan mereka ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [Qs. At-Taubah: 100]

Ayat tersebut sebagai hujjah bahwa manhaj para Shahabat ridhwanallahu ‘alaihim jami’an adalah benar. Dan orang yang mengikuti mereka akan mendapatkan keridhaan dari Allah Jalla wa ’Ala dan disediakan bagi mereka Surga. Mengikuti manhaj mereka adalah wajib atas setiap Mukmin. Kalau mereka tidak mau mengikuti, maka mereka akan mendapatkan hukuman dan tidak mendapatkan keridhaan Allah Jalla wa ’Ala dan ini harus diperhatikan. (Bashaa-iru Dzawisy Syaraf bi Syarah Marwiyati Manhajis Salaf, hal. 43, 53-54)

Penutup

Saya akan menukilkan perkataan seorang imam yang semoga Allah mengampuni dosanya dan menempatkan beliau rahimahullah di surgaNya nanti, Aamiin.

Imam Malik berkata:

لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا.

“Tidak akan baik akhir ummat ini melainkan apabila mereka mengikuti baiknya generasi yang pertama ummat ini (Shahabat).” (Shahihul Jaami’ ash-Shaghir, oleh Imam Muhammad Nashirudin al-Albany)

Wallahu a'lam.

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad.

Sekian semoga bermanfaat sedikit faidah dari tulisan saya ini, semoga Allah meridho'inya. Allahumma Aamiin.

Penyusun: Hendra ibni bahrayni