Selasa, 01 Oktober 2019

Tulus Dalam Beragama || by. @ibnibahrayni

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasihat”.Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim)
• Lihat: https://muslim.or.id/262-agama-adalah-nasihat-1.html

Agama adalah Nasehat, nasehat dalam bahasa arab disini bermakna ketulusan. (Ustadz. Dzulqarnain M. Sunusi)

Imam Khaththabi rahimahullah menjelaskan arti kata “nashaha” sebagaimana dinukil oleh Imam Nawawi rahimahullah, “Dikatakan bahwa “nashaha” diambil dari “nashahtu al-‘asla”, apabila saya menyaring madu agar terpisah dari lilinnya sehingga menjadi murni dan bersih, mereka mengumpamakan pemilihan kata-kata agar tidak berbuat kesalahan dengan penyaringan madu agar tidak bercampur dengan lilinnya. (Lihat: https://almanhaj.or.id/1832-pengertian-nasehat.html)

Jadi didalam menasehati (berdakwah) itu bukan hanya sekedar menurut kita baik saja, nasehat itu harus di lakukan tulus/ikhlas tak ada kotoran² syirik seperti ingin di anggap baik karena manusia, ingin dipuji manusia semata, karena tanpa ketulusan karena Allah nasehat tidaklah berarti sama sekali. Dalam menasehati haruslah jujur karena Allah, menjaga amanah ilmu, menerapkan metode/cara² yang telah dicontohkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para Sahabat, tidak menghendaki kebaikan kecuali memang ikhlas semata mengharapkan balasan pahala dari Allah Ta'ala, dengan cara² yang juga di ridhoi Allah Ta'ala yaitu dengan cara² yang hikmah.

Banyak orang menasehati ingin agar tersebarnya kebaikan tetapi dengan cara² yang bertentangan dengan syariat Allah, contoh: seseorang berdakwah dengan musik. Wallahi itu bukanlah cara yang baik dan benar, jika memang perbuatan itu baik sudah pasti dahulu Rasulullah Shalallahu alaihi wasallamdan para Sahabat telah mendahului kita dalam melakukannya.

Banyak orang mengabaikan bahkan tidak mengetahui di dalam suatu majelis ada cara² yang bertentangan dengan syariat, seperti seorang khotib naik mimbar dengan memprovokasi ummat untuk memberontak (baca: demo) kepada pemimpin negara, dilain majelis dia membuat majelis seperti panggung sandiwara berhias dengan retorika indah namun melakukan berbagai penyimpangan dalam dakwah tidak pernah menyampaikan kalam ulama dia hanya menyampaikan apa yg ada di benaknya, juga biasanya seorang da'i mengadakan tausiyah dimana dalam tausiyah tersebut bukanlah firman Allah dan sabda rasulullah yang dibahas melainkan bercerita tentang Cerita² tahayul dan khurafat/mimpi, dan yang lain juga ada da'i² yang hanya banyak mengajak jama'ahnya tertawa tidak ada di sebutkan Qolallah wa Qola Rasulullah Wa qola sahabah, majelis-majelis seperti ini bukanlah majelis ilmu yang berkah melainkan majelis yang kosong dari faedah.

Allah berfirman yg artinya:
“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran: 31-32)

Dalam isi ayat di atas jelas Allah katakan, bahwa siapa saja yang ingin dicintai Allah, di ridhoi Allah maka kita harus mengikuti semua tuntunan Rasulullah tanpa terkecuali, baik dalam tata cara ibadah, cara berdakwah, cara menasehati pemimpin atau menasehati manusia secara umum (bermuamalah), menerapkan adab dan akhlak, apa lagi dalam masalah aqidah.

Maka seharusnya kita pelajari, ayo mencari ilmu baru beramal dengannya.

Wallahu a'lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar