Jumat, 24 Mei 2019

I'TIKAF

بسم الله الرحمن الرحيم
I'TIKAF || by. @Manhajulhaq

1. Fiqh Seputar I'tikaf
2. Hukum I'tikaf dan Batas Minimal Waktunya
3. Kapan Mulai I'tikaf?
4. Wanita I'tikaf di Masjid?

Penulis: Ustadz Fikri Abul Hasan hafidzhahullah.

Pembahasan pertama: Fiqh Seputar I'tikaf

Pengertian i'tikaf secara bahasa adalah "al-iqomah" (menetap) di suatu tempat dan bertahan (Lisanul 'Arob 9/255). Sedangkan secara istilah adalah tinggal di masjid yang dilakukan oleh orang yang khusus dengan ketentuan yang khusus pula. (Al-Mughni 6/208, Syarh Shohih Muslim 4/201)

Syaikh Al-'Allamah Al-Utsaimin menjelaskan, "I’tikaf adalah tinggal di dalam masjid dalam rangka melakukan amalan-amalan ketaatan kepada Allah 'azza wa jall." (Syarh Riyadhussholihin - Kitab "Al-I'tikaf")

Allah berfirman:

 ولا تباشروهن وأنتم عاكفون في المساجد

“Dan janganlah kalian campuri mereka itu (isteri), sedang kalian beri'tikaf di dalam masjid.” (Al-Baqoroh: 187)

Ayat ini menjadi dalil bagi para Ulama bahwa i'tikaf berlaku di seluruh masjid atau musholla yang di dalamnya ditegakkan sholat berjamaah lima waktu. Al-Imam Al-Bukhori meletakkan satu bab khusus dalam kitab Shohih beliau berjudul:

 باب الاعتكاف في العشر الأواخر والاعتكاف في المساجد كلها

“Bab I’tikaf di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Romadhon dan I’tikaf di Seluruh Masjid.”

Adapun hadits Hudzaifah, “Tidak ada i’tikaf kecuali di tiga masjid, Masjidil Harom, Masjidil Aqsho dan Masjid An-Nabawi", ini dibawa kepada pemahaman afdholiyyah (keutamaan). Artinya tidak ada masjid yang lebih utama untuk beri'tikaf di dalamnya kecuali di tiga masjid tersebut.

Pembahadan ke dua: Hukum I'tikaf dan Batas Minimal Waktunya

Para Ulama telah berijma' (sepakat) bahwa i'tikaf hukumnya sunnah kecuali i'tikaf nadzar. Akan tetapi i'tikaf lebih ditekankan anjurannya pada 10 hari terakhir bulan Romadhon. (Al-Majmu' 6/475, Al-Ijma' Ibnul Mundzir 53)

Umar bin Al-Khotthob rodhiyallahu ‘anhu berkata:

كنت نذرت في الجاهلية أن أعتكف ليلة في المسجد الحرام قال فأوف بنذرك

“Wahai Rosulullah, aku pernah bernadzar di masa jahiliyyah untuk beri’tikaf selama semalam di masjidil Harom. Beliau bersabda, tunaikanlah nadzarmu." (HR. Al-Bukhori 1891)

Adapun batas minimal waktu i'tikaf jumhur Ulama mengatakan cukup tinggal sesaat di dalam masjid. Boleh menetap lama di dalam masjid atau bahkan  hanya sesaat saja (Al-Majmu’ 6/489). Pendapat ini yang lebih kuat lantaran tidak ada dalil yang shohih dan shorih yang menunjukkan batas minimal waktunya seperti yang disebutkan oleh Syaikh Al-'Allamah bin Baz.

Ya'la bin Umayyah rodhiyallahu 'anhu berkata:

إني لأمكث في المسجد الساعة وما أمكث إلا لأعتكف

"Sungguh aku pernah berdiam di masjid beberapa saat dan tidaklah aku berdiam melainkan untuk beri’tikaf." (Riwayat Abdurrozzaq dalam Al-Mushonnaf)

Maka bagi siapa saja yang siang harinya bekerja sedang kesempatan beri'tikaf hanya dapat dilakukan di waktu malam maka dia termasuk mu'takif (orang yang i'tikaf). Meski yang lebih utama beri'tikaf selama sepuluh hari terakhir bulan Romadhon dengan menetap di dalam masjid sibuk mengamalkan ibadah-ibadah khusus seperti sholat, membaca Qur'an, berdzikir, berdoa dan bertaubat kepada Allah, serta tidak keluar dari masjid kecuali bila ada hajat. Dari Ibnu Umar rodhiyallahu ‘anhuma berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعتكف العشر الأواخر من رمضان

“Dahulu Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon.” (HR. Al-Bukhori 2025 dan Muslim 1171)

Dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha:

كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله تعالى ثم اعتكف أزواجه من بعده

“Dahulu beliau beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon hingga Allah mewafatkannya, kemudian isteri-isteri beliau beri’tikaf sepeninggalnya.” (HR. Al-Bukhori 2026 dan Muslim 1172)

ان النبي صلى الله عليه وسلم يخرج رأسه من المسجد وهو معتكف

"Bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wasallam mendongakkan kepalanya keluar masjid (untuk disisir dan dibersihkan)  lantaran beliau sedang i'tikaf." (HR. Al-Bukhori)

Pembahasan ke tiga: Kapan Mulai I'tikaf?

Para Ulama berbeda pendapat kapan orang yang hendak beri'tikaf mulai masuk ke dalam masjid?

Pendapat yang lebih kuat di sisi kami adalah pendapat jumhur Ulama, bahwa i'tikaf dimulai setelah terbenamnya matahari pada tanggal 21 Romadhon, yakni dia masuk ke dalam masjid sebelum matahari terbenam. Pendapat ini yang lebih sesuai lahiriyah hadits, “Dahulu Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Romadhon", sedangkan berpindahnya hari dimulai setelah matahari terbenam sehingga terhitung sepuluh malam.

Adapun akhir waktu i'tikaf adalah setelah matahari terbenam di akhir bulan Romadhon dari malam hari raya sebagaimana yang ditegaskan oleh para Ulama Syafiiyyah. Karena 1 Syawwal terhitung di luar 10 hari terakhir Romadhon. Namun apabila seseorang ingin melanjutkan i'tikafnya sampai pagi harinya maka hal itu tidak dilarang.

Pembahasan ke empat: Wanita I'tikaf di Masjid?

Para wanita hukum asalnya lebih utama menetap di dalam rumahnya dan keluar bila ada kebutuhan. Allah berfirman:

وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولی

“Dan hendaklah para wanita menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah sekali-kali kalian bertabarruj (berhias dan bertingkah laku) seperti wanita-wanita jahiliyyah dahulu." (Al-Ahzab: 33)

Sholatnya para wanita juga lebih utama di dalam rumahnya. Hal ini telah diingatkan Nabi shollallahu 'alaihi wasallam:

خير مساجد النساء قعر بيوتهن

“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad 26002, Ibnu Khuzaimah 1683 dihasankan Syaikh Al-Albani "Shohih At-Targhib" 341)

Akan tetapi para wanita tidak dilarang sholat di masjid bersama kaum muslimin selama memperhatikan adab-adabnya. Mereka juga diperbolehkan i'tikaf di dalam masjid seperti yang dilakukan oleh isteri-isteri Nabi sepeninggal beliau shollallahu 'alaihi wasallam selama aman dari fitnah. Namun apabila i'tikafnya seorang wanita menghalangi dirinya dari kewajiban terhadap suami, anak-anak dan orangtua tentu yang wajib harus didahulukan.

Selesai, semoga bermanfaat.

****
☆ Dinukil dan disusun dari https://t.me/manhajulhaq (Channel Telegram: Ustadz Fikri Abul Hasan hafidzhahullah)

****
```Penyusun: Hendra @ibnibahrayni```

Tidak ada komentar:

Posting Komentar